Astronomi
ialah cabang ilmu alam yang melibatkan pengamatan benda-benda langit (seperti
bintang, planet, komet, nebula, gugus bintang, atau galaksi) serta
fenomena-fenomena alam yang terjadi di luar atmosfer Bumi. Ilmu ini secara
pokok mempelajari berbagai sisi dari benda-benda langit seperti asal-usul,
sifat fisika/kimia, meteorologi, dan gerak dan bagaimana pengetahuan akan
benda-benda tersebut menjelaskan pembentukan dan perkembangan alam semesta.
Namun,dalam
melakukan pengamatan kita membutuhkan simulasi dan petunjuk maupun tempat untuk
mengamati benda langit di langit malam. Dalam melakukan hal ini,kita
membutuhkan Planetarium dan Observatorium.
A. Pengertian
Planetarium dan Observatorium
Untuk
mempelajari Ilmu Astronomi, khususnya mempelajari tentang pergerakan
benda-benda langit dapat dilakukan dengan menggunakan media simulasi, yakni
yang sering disebut dengan sebutan planetarium. Sementara pengertian tentang
planetarium merupakan sebuah tempat yang memutarkan pertunjukan berupa simulasi
benda-benda langit. Dalam suatu planetarium biasanya terdapat ruang pertunjukan
“theatre”, tempat diadakannya simulasi fenomena astronomis. Atap sebuah
planetarium berbentuk kubah. Tidak seperti pada observatorium, meskipun
sama-sama berbentuk kubah, kubah pada planetarium tidak dapat di buka tutup.
Inilah yang membedakan suatu planetarium dari observatorium. Akan tetapi, ada
pula suatu planetarium yang juga merupakan observatorium.
B. Fungsi Planetarium dan Observatorium
1.
Planetarium Sebagai Wahana Edukasi
Planetarium
merupakan sarana wisata pendidikan yang dapat menambah wawasan yang sangat luas
kepada pengunjung khususnya bidang ilmu pengetahuan astronomi, karena
pertunjukan planetarium yang sering disebut juga Teater Bintang menyajikan
berbagai macam peristiwa alam jagat raya. Di dalam teater ini ini pengunjung
diajak mengembara ke berbagai tempat di jagad raya yang sangat luas dan
menakjubkan,
sehingga pengunjung dapat memahami
konsepsi tentang alam semesta dan sekaligus memahami akan kebesaran Sang Maha
Pencipta.
Dalam
sebuah planetarium digital dapat juga menampilkan berbagai jenis pertunjukan
baru dalam format multimedia, dengan pertunjukan audiovisual yang sangat
menarik dalam balutan khasanah astronomi. Pada jenis pertunjukan ini
menghadirkan hal-hal yang berkaitan dengan alam semesta yang manusia tinggali.
Selain pertunjukan simulasi langit ataupun multimedia, pada beberapa
planetarium juga kadang terdapat sarana prasarana observasi benda-benda langit
untuk menyaksikan fenomena atau kejadian-kejadian alam lainnya.
2.
Planetarium
sebagai Sarana Hiburan
Planetarium merupakan alternatif sarana hiburan bagi
masyarakat umum, hal ini ditandai dengan menjadikan planetarium sebagai salah
satu alternatif tempat rekreasi keluarga. Selain berperan sebagai wahana
edukasi, planetarium juga berperan sebagai wahana rekreasi untuk para orang tua
ke pada anak maupun pada anak didiknya (murid). Planetarium juga masuk dalam
program pariwisata setiap negara, guna membantu devisa negara, walaupun ruang
lingkupnya masih kecil. Kadang juga Planetarium dijadikan sarana hiburan musik
orchestra yang mempunyai latarbelakang pemandangan simulasi benda-benda langit
sebagai latarnya.
3.
Sebagai
Tempat Penelititian atau Pengamatan
Observatorium
berperan sebagai lembaga ilmiah yang bukan hanya menjadi tempat berpikir dan
bekerja para astronom profesional, tetapi juga merupakan tempat bagi masyarakat
untuk mengenal dan menghargai sains. Dalam terminologi ekonomi modern,
Observatorium berperan sebagai public good. Dalam perjalanan penelitiannya,
seringkali sebuah observatorium melahirkan berbagai macam temuan baru di dunia
astronomi secara khususnya, dan dalam ilmu pengetahuan secara umum.
C. Sejarah Penemuan Planetarium dan Observatorium
1.
Planetarium
Sejarah
dibuatnya sebuah Planetarium dimulai sejak abat ke 17, yakni seorang bangsawan
bernama Frederick III of Holstein-Gottorp memesan sebuah “Globe Khusus” kepada
Adam Olearius dan disempurnakan oleh Andreas Bösch. Kurang lebih 10 tahun
pembuatan, yakni dari tahun 1654 sampai 1664 pembuata globe pesanan itu dibuat,
hingga rampung dan diberinama dengan sebutan “Globe of Gottorf”. Globe
ini merupakan cikal
Globe of Gottorf |
bakal
Planetarium pertama didunia, dimana bagian utama dari Globe atau Planetarium
ini adalah bulatan cengkung terbuat dari tembaga dengan diameter sekitar 3,1
Meter yang ditaruh diatas. Ilustrasi mengenai rasi bintang terlukis di permukaan
bulatan tersebut. Untuk bintangnya, digunakan bulatan kecil dan tembaga yang
dilapisi emas. Cahaya dari lampu minyak yang ditaruh di tengah akan membuat
bintang bintang bersinar.
Kabarnya
Planetarium pertama ini sekarang berada di Museum Kunstkammer St.Petersburg
Rusia, akan tetapi yang dipamerkan ini merupakan Replika dari Globe of Gottorf
yang asli, hal ini disebabkan planetarium tersebut hangus terbakar pada tahun
1717 dikarenakan perang Great Northern. Lalu Ratu Elizabeth dari Rusia membuat
replikanya, sempat replika Globe of Gottorf tersebut di sita oleh Jerman dan
disimpan di Dutch Admiralty hingga berakhirnya perang Dunia II, yakni pada
tahun 1947 planetarium tersebut di kembalikan ke Rusia.
Sedangkan
di abat ke 18, yakni di tahun 1744, telah dibuat Planetarium Mekanika bernama
Eise Eisinga’s Planetarium di kota Franeker Friesland Belanda oleh seorang
Astronom Amatir asal Belanda bernama Eise Jeltes Eisinga. Planetarium yang
sering disebut dengan sebutan “orrey” ini dibangun dari tahun 1774 sampai tahun
1781 dan mendapatkan pengakuan dan pujian dari Raja William I dan Pangeran
Frederik dari kerajaan Belanda, hingga akhirnya pada tahun 1818 Planetarium
atau orrey tersebut diserahkan ke kerajaan Belanda.
Sementara
di abat ke 19, yakni ditahun 1912, seorang Geografiwan bernama Wallace Walter
Atwood membuat Globe dengan memlubangi Globe-nya dengan 692 lubang, hal ini
beliau lakukan untuk membuat simulasi bintang-bintang berdasarkan magnitudo
kecil sedangkan untuk mensimulasikan matahari didalam globe ini dipasang sebuah
bola lampu bergerak. Globe ini diberinama dengan sebutan “Atwood Globe”.
Sekarang Atwood Globe ini dipamerkan di Planetarium Chicago, USA.
Dari
ketiga Globe diatas merupakan cikal bakal sebuah Planetarium sebagai alat
peraga mekanik untuk memperlihatkan pergerakan benda-benda langit seperti
bintang, planet, Bulan, dan matahari. Hingga pada awal abat ke 20, Planetarium
mulai berintergrasi dari jenis Mekanik menjadi Jenis Modern yakni dengan
menggunakan teknologi Proyektor.
Dizaman
Planetarium mengunakan Proyektor bermula dari ide pertama pembuatan Proyektor
Planetarium. Diajukan oleh Pendiri Museum Deutsches bernama Oskar von Mi ller
pada tahun 1913 dan Proyektor planetarium yang pertama dibuat pada tahun 1919
berdasarkan ide Walther Bauersfeld dari Carl Zeiss Company. Pada bulan Agustus
1923, proyektor pertama yang diberi nama Model I dipasang di pabrik Carl Zeiss
di Jena.
Bauersfeld
untuk pertama kali mengadakan pertunjukan di depan publik dengan proyektor
tersebut di Museum Deutsches, München Jerman, 21 Oktober 1923.
Deutsches
Museum menjadi planetarium pertama di dunia setelah proyektor dipasang secara
permanen pada bulan Mei 1925. Di awal Perang Dunia II, proyektor dibongkar dan
disembunyikan. Setelah Deutsches Museum yang hancur akibat Perang Dunia II
dibangun kembali, proyektor Model I kembali dipasang pada 7 Mei 1951. Sementara
tiga tahun kemudian mulai dibangung planetarium-planetarium serupa dengan
menggunakan proyektor di beberapa kota di eropa, seperti ditahun 1928 didirikan
Planetarium Roma di Itali, tahun 1929 didirikan juga Planetarium Moscow di
Rusia dan 5 planetarium didirikan sepanjang tahun 1930 yakni di kota
Planetarium Stockholm - Swedia, Planetarium Milan - Itali, Planetarium Hamburg
- Jerman, Planetarium Vienna - Austria dan Planetarium Adler Chicago - USA.
Hingga ditahun 1937, pendirian Planetarium memasuki daratan Asia, dengan
ditandai Pendirian Planetarium Kyoto dan Planetarium Tokyo hingga akhir tahun
60-an, dimana ditahun 1969 Planetarium Jakarta mulai beroperasi untuk
pertamakalinya.
Hingga
ditahun 1995, teknologi proyektor planetarium memasuki era Dijital dimana
aplikasi pertunjukannya berpindah yang dari berteknologi manual menjadi
teknologi komputerisasi. Hal ini di mulai oleh Planetarium London – Inggris
yang memodernisasi proyektornya secara digital untuk pertama kalinya. Sedangkan
di tahun 1996 mulai bermunculan perusahaan pembuat proyektor untuk menemani
proyektor yang telah lama ada yakni Carl Zeiss Company, seperti Goto Virtuarium
Company asal Jepang yang mayoritas proyektor Planetariumnya menggunakan
Proyektor Goto bahkan negara lain juga ada yang menggunakan produk Goto,
Sementara perusahaan SkyVision Company asal Inggris, StarRider Company asal
Amerika Serikat dan AstroVision Company asal Cina juga mengalami proses
pengembangan perusahaan proyektor dengan memasyarakatkan jenis-jenis
proyektornya dikalangan negaranya masing-masing maupun negara lain.
2.
Observatorium
Buku
rekor dunia, Guinness Book of World Records pada 1982 menyatakan bahwa Cheomseongdae
di Gyeongju, Korea Selatan adalah bangunan observatorium astronomi tertua yang
masih berdiri di dunia. International Council of Monuments and Sites (ICOMOS),
bagian dari IAU, menyatakan Cheomseongdae Silla adalah observatorium tertua di
Asia Timur.
Menurut
buku “Kenangan tentang Tiga Kerajaan” (Samguk yusa), Cheomseongdae Silla
dibangun pada masa pemerintahan ratu Seondeok (633 – 647 M). Di catatan itu
tidak ada tanggal tepatnya dan juga tidak dituliskan apa fungsi bangunan ini,
tapi catatan-catatan sejarah yang hadir lebih belakangan dan sumber lain berupa
karya sastra menyebutkan Cheomseongdae digunakan untuk mengamati rasi bintang
dan pergerakan matahari. Catatan-catatan kuno dari Cina juga menyatakan hal
serupa.
D. Perangkat dan Instrumen di Dalam Planetarium dan
Observatorium
Sebagai
sarana edutainment ilmu astronomi, sebuah planetarium tentunya memiliki
prasarana penunjang. Dimana peralatan tersebut adalah sebuah bangunan kubah
berbentuk setengah bola, dimana didalamnya digunakan sebagai teater bintang
yang memutar simulasi langit secara tiga dimensi, dengan langit-langit kubah
sebagai media proyeksi dari proyektor khusus yang mampu menggambarkan posisi
benda-benda langit di malam ataupun siang hari.
Selain
teater panorama langit, sebuah planetarium modern saat ini memiliki fasilitas
yang beragam. Seperti ruang pameran, wahana interaktif, dan lain sebagainya.
Observatorium
yang merupakan tempat pengamatan fenomena astronomis pun memiliki beragam macam
peralatan dan instrumentasi. Sebuah observatorium astronomi yang memiliki
teleskop optik dituntut memiliki sebuah bangunan yang dapat melindungi teleskop
tersebut yang merupakan instrumen utamanya. Yang tentunya untuk fleksibilitas
dan kepraktisan, sebuah bangunan yang memuat suatu teleskop optis memiliki atap
yang dapat di buka-tutup dengan cepat dan terkadang juga mampu menyesuaikan
pergerakan teleskop itu sendiri secara motorik.
Selain
teleskop sebagai collector (bagian
pengumpul informasi, baik itu informasi dalam bentuk cahaya tampak ataupun
dalam panjang gelombang yang lain), sebuah observatorium juga memiliki
instrumen pendukung observasi yaitu detektor, dimana perangkat tersebut dapat
berupa kamera CCD, spektroskop, dan detektor sinar-X; sinar gamma; ataupun
Infra-red. Lain halnya jika teleksopnya merupakan teleskop yang bekerja pada
rentang gelombang radio, tentunya ia hanya memiliki sebuah collector yang
jika dilihat sepintas mirip seperti sebuah parabola, dan sebuah detektor yang
sangat sensitif dengan frekuensi radio tertentu. Berbeda dengan teleskop optis,
kebanyakan teleskop radio tentu tidak memerlukan bangunan yang
dapat
menutupinya, karena teleskop radio tersebut tidak memiliki komponen yang rentan
dan sensitif terhadap cuaca dan lingkungan disekitarnya.
Dan
instrumen terakhir dari serangkaian sebuah sistem di observatorium, yaitu
analyzer (penganalisa) merupakan sebuah sub-sistem yang digunakan untuk
menganalisa data-data hasil observasi, yang pada era dijital seperti saat saat
ini sudah menggunakan perangkat yang terkomputerisasi bahkan dengan komputer
super yang sangat canggih.
E. Planetarium dan Observatorium di Indonesia
1. Planetarium dan Observatorium Jakarta
Salah planetarium dan observatorium yang terkenal
adalah Planetarium dan Observatorium Jakarta yang terletak di komplek Taman
Ismail Marzuki,Cikini,Jakarta. Tempat ini dibangun pada tanggal 9 September
1964 atas gagasan Presiden pertama RI,Ir. Soekarno dengan maksud menambah
wawasan dan ilmu astronomi bangsa Indonesia. Bangunan kubah
setengah lingkaran bola berdiameter 22 meter, berhasil diselesaikan pada tahun
1968. Pada tanggal 10 November tahun yang sama diresmikan oleh Gubernur Jakarta
pada waktu itu,Ali Sadikin, bersamaan dengan diresmikannya Pusat Kesenian Jakarta
– Taman Ismail Marzuki. Tetapi baru pada tanggal 1 Maret 1969 gedung
Planetarium dan Observatorium Jakarta dibuka secara resmi untuk umum.
Peralatan
utama Planetarium berupa proyektor simulasi langit tipe universal, merupakan
gabungan dari 130 buah proyektor kecil. Sedangkan observatoriumnya dilengkapi
teropong bintang buatan Carl Zeis, Tetapi sejak 1996 sistem komputerisasi
mulai dilakukan di Planetarium dan Oservatorium Jakarta yaitu dengan merenovasi
gedung, sekaligus melakukan pemutakhiran peralatan pertunjukan dengan mengganti
proyektor universal yang memproyeksikan gambar-gambar matahari, bulan, planet,
bintang, komet, yang awalnya dilakukan secara manual diganti dengan sistem
komputer, termasuk perubahan letak benda-benda langit dengan peragaan simulasi
langit.
Planetarium dan
Observatorium tak hanya dibuka bagi masyarakat umum, tetapi juga bagi
anak-anak,rombongan siswa SD sampai dengan mahasiswa tingkat Perguruan Tinggi.
Untuk acara siswa sekolah dikemas sedemikian rupa yang dikaitkan dengan
pelajaran geografi, fisika, meteorologi dan astronomi sesuai dengan kurikulum
di sekolah.
Oleh
karena itu Planetarium dan Observatorium Jakarta mempunyai peranan yang sangat
penting dalam pencapaian pemahaman ilmu tersebut, sekaligus melaksanakan
praktek melihat simulasi alam semesta.
2. Observatorium
Bosscha
Salah
satu observatorium yang terbesar dan tertua di Indonesia adalah Observatorium
Bosscha yang terletak di ketinggian 1310 meter di atas permukaan laut yang
berlokasi di daerah Lembang,Bandung.
Observatorium
Bosscha (dahulu bernama Bosscha Sterrenwacht) dibangun oleh Nederlandsch-Indische
Sterrenkundige Vereeniging (NISV) atau Perhimpunan Bintang Hindia
Belanda. Pada rapat pertama NISV, diputuskan akan dibangun sebuah observatorium
di Indonesia demi memajukan Ilmu Astronomi di Hindia Belanda. Dan di dalam
rapat itulah, Karel Albert Rudolf Bosscha, seorang tuan tanah di perkebunan tehMalabar,
bersedia menjadi penyandang dana utama dan berjanji akan memberikan bantuan
pembelian teropong bintang. Sebagai penghargaan atas jasa K.A.R. Bosscha dalam
pembangunan observatorium ini, maka nama Bosscha diabadikan sebagai nama
observatorium ini.
Pembangunan
observatorium ini sendiri menghabiskan waktu kurang lebih 5 tahun sejak tahun
1923 sampai dengan tahun 1928.
Publikasi
internasional pertama Observatorium Bosscha dilakukan pada tahun 1933. Namun
kemudian observasi terpaksa dihentikan dikarenakan sedang berkecamuknya Perang
Dunia II. Setelah perang usai, dilakukan renovasi besar-besaran pada
observatorium ini karena kerusakan akibat perang hingga akhirnya observatorium
dapat beroperasi dengan normal kembali.
Kemudian
pada tanggal 17 Oktober 1951, NISV menyerahkan observatorium ini kepada
pemerintah RI. Setelah Institut Teknologi Bandung (ITB) berdiri pada tahun
1959, Observatorium Bosscha kemudian menjadi bagian dari ITB. Dan sejak saat
itu, Bosscha difungsikan sebagai lembaga penelitian dan pendidikan formal
Astronomi di Indonesia. Pada tahun 2004,Observatorium Bosscha dinyatakan
sebagai Benda Cagar Budaya oleh
pemerintah RI. Selanjutnya, tahun 2008, Pemerintah menetapkan Observatorium
Bosscha sebagai salah satu Objek
Vital nasional yang harus diamankan. Observatorium Bosscha
berperan sebagai homebase bagi
penelitian astronomi di Indonesia.
Pada tahun 2003 di Tenggarong Kutai Kartanegara diresmikan Planetarium Jagat Raya (PJR)Tenggarong oleh Wapres Hamzah Has. Saat ini PJR merupakan satu-satunya Planetarium di tanah air yang telah dilengkapi proyektor dg teknologi gambar 3D tanpa kacamata. Selain film dasar Astronomi dan Susunan Tata Surya di alam semesta, PJR menayangkan 3 jenis film edutainment astronomi yg berjudul Kaluoka Hina (ttg terumbu karang ~ bulan), Galileo: the power of telescope dan Dinosaurs at the dusk. Masing2 film 3D diputar satu paket dg film dasar astronomi.
BalasHapusDisamping itu, di halaman samping Planetarium dibangun taman tata surya yg merupakan replika dari 8 planet di alam semesta dalam susunan orbit masing2. Info lebih lanjut dapat mengunjungi facebook kami Planetarium Jagat Raya Tenggarong. Demikian untuk informasi.
Daftar POKER DOMINO QQ Online Terbaik dan Terpercaya Indonesia 2017
BalasHapuspialaqq
sahamdomino
jupiterqq
mutiarapoker
18dewa
bcadomino
waletqq